Serat Sabdo Jati

  1. Jangan berhenti selalulah berusaha berbuat kebajikan,
    agar mendapat kegembiraan serta keselamatan serta tercapai segala cita-cita,
    terhindar dari perbuatan yang bukan-bukan, caranya haruslah gemar prihatin.
  2. Dalam hidup keprihatinan ini pandanglah dengan seksama,
    intropeksi, telitilah jangan sampai salah, endapkan didalam hati,
    agar mudah menanggapi sesuatu.
  3. Dapatnya demikian kalau senantiasa mendambakan kebaikan,
    mengendapkan pikiran, dalam mawas diri sehingga seolah-olah hati ini kosong
    namun sebenarnya akan menemukan cipta yang sejati.
  4. Segalanya itu harus dijalankan dengan penuh kesabaran.
    Sebab jika bergeser (dari hidup yang penuh kebajikan)
    akan menderita kehancuran. Kemasukan setan gundul,
    yang menggoda membawa kendi berisi uang banyak.
  5. Bila terpengaruh akan perbuatan yang bukan-bukan,
    sudah jelas akan menjadi sarang iblis, senantiasa mendapatkan kesulitas-kesulitan, kerepotan-kerepotan, tidak dapat berbuat dengan itikad hati yang baik,seolah-olah mabuk kepayang.
  6. Bila sudah terlanjur demikian tidak tertarik terhadap perbuatan
    yang menuju kepada kebajikan. Segala yang baik-baik lari dari dirinya,
    sebab sudah diliputi perbuatan dan pikiran yang jelek.
    Sudah melupakan Tuhannya. Ajaran-Nya sudah musnah berkeping-keping.
  7. Namun demikian yang melihat, bagaikan matanya kemasukan pasir,
    tidak dapat membedakan yang baik dan yang jahat, sehingga
    yang jahat disukai dianggap utusan Tuhan.
  8. Namun bagi yang bijaksana, sebenarnya repot didalam pikiran
    melihat contoh-contoh tersebut. Bila diikuti hidupnya akan
    tercela akhirnya menjadi sengsara.
  9. Itu artinya tidak percaya kepada Tuhan, yang menitahkan bumi dan
    langit, siapa yang berusaha dengan setekun-tekunnya akan mendapatkan
    kebahagiaan. Karena Tuhan itu Maha Pemurah adanya.
  10. Segala permintaan umatNya akan selalu diberi, bila dilakukan dengan setulus hati.
    Tuhan akan selalu memberi pertolongan, sandang pangan tercukupi
    segala cita-cita dan kehendaknya tercapai.
  11. Sambil memberi petuah Ki Pujangga juga akan membuka selubung
    yang termasuk rahasia Tuhan, sehingga dapat diketahui.
  12. Manusia-manusia yang hidup didalam jaman kerepotan,
    cenderung meningkatnya perbuatan-perbuatan tercela,
    makin menjadi-jadi, banyak pikiran-pikiran yang tidak berjalan
    diatas riil kebenaran, keagungan jiwa sudah tidak tampak.
  13. Lama kelamaan makin menimbulkan perasaan prihatin, merasakan ramalan tersebut,
    senantiasa merenung diri melihat jaman penuh keprihatinan tersebut.
  14. Jaman yang repot itu akan selesai kelak bila sudah mencapat tahun 1877
    (Wiku=7, Memuji=7, Ngesthi=8, Sawiji=1. Itu bertepatan dengan tahun Masehi 1945).
    Ada orang yang berikat pinggang tebu perbuatannya seperti orang gila,
    hilir mudik menunjuk kian kemari, menghitung banyaknya orang.
  15. Disitulah baru selesai Jaman Kala Bendu. Diganti dengan jaman Kala Suba.
    Dimana diramalkan rakyat kecil bersuka ria, tidak kekurangan sandang dan makan
    seluruh kehendak dan cita-citanya tercapai.
  16. Sayang sekali "pengelihatan" Sang Pujangga belum sampai selesai,
    bagaikan menarik benang dari ikatannya.
    Namun karena umur sudah tua sudah merasa hampir
    datang saatnya meninggalkan dunia yang fana ini.
  17. Yang terlihat hanya kurang 8 hai lagi, sudah sampai waktunya,
    kembali menghadap Tuhannya. Tepatnya pada hari Rabu Pon.
  18. Tanggal 5 bulan Sela
    (Dulkangidah) tahun Jimakir Wuku Tolu,
    Windu Sengara (atau tanggal 24 Desember 1873)
    kira-kira waktu Lohor, itulah saat yang ditentukan
    sang Pujangga kembali menghadap Tuhan.
  19. Karya ini ditulis dihari Rabu tanggal 28 Sawal tahun Jimakir 1802.
    (Sembah=2, Muswa=0, Pujangga=8, Ji=1) bertepatan dengan tahun masehi 1873).



1 komentar: